Friday, 9 September 2016

Rasa Nyaman Pada Injakan Pertama




 “Sudah pernah minum air aren?” tanya ibu. “Air aren, bu? Apa rasanya?” jawab saya. Lalu, karena ibu tahu bahwa saya belum pernah mencicipi air aren, ibu mengambilkan satu gelas air aren untuk saya minum. Setelah saya mencoba air aren, saya baru tahu bahwa air aren enak sekali. Bahkan, sebelumnya saya tidak tahu bahwa pohon aren itu sendiri memiliki banyak manfaat. “Bagaimana? Enak bukan? Nanti setelah pulang dari sini, cerita ya ke orang disana tentang enaknya air aren dan tentang pohon aren”
Keluarga tempat saya live in adalah keluarga yang terbilang santai namun tetap bekerja keras tanpa mengeluh. Keluarga yang terdiri dari seorang bapak, ibu, anak perempuan dan cucu. Sebenarnya, bapak dan ibu memiliki 2 anak perempuan, namun anak perempuan paling muda sedang beekrja di Jogjakarta. Cucu bapak dan ibu, adalah cucu dari hasil pernikahan anak pertama mereka yaitu mbak Lili dengan suaminya, namun suaminya sedang merantau ke Kalimantan untuk bekerja. Bapak Sukirdi, adalah bapak saya untuk selama saya live in. Setiap hari, ia ke kebun untuk mengambil kayu bakar, kemudian ia ke ladang mengambil rumput untuk kambingnya. Ibu Sukirdi, seorang ibu yang benar – benar tulus mengurus keluarganya. Setiap hari, bangun pagi sebelum semuanya bangun Keseharian ibu Sukirdi yaitu setiap hari membuat gula aren dan membantu anaknya mengurus cucu.
Kebetulan, keluarga yang saya tempati adalah keluarga Muslim. Pada hari ketiga live in, hari itu juga bertepatan dengan hari pertama bulan puasa. Awalnya, saya merasa sedih karena ini adalah pertama kalinya saya mengawali bulan puasa tidak dengan keluarga saya di rumah. Sehari sebelum puasa, pukul 5 pagi kami ke pasar yang jaraknya kira – kira 5 kilometer dari rumah. Kami ke pasar untuk membeli persiapan bulan puasa untuk keesokan hari. Setibanya kami di rumah, ternyata lampu satu desa padam. Kami tetap beraktivitas seperti biasa, namun saat malam tiba kami sulit beraktivitas karena keadaan yang gelap. Pada Minggu malam, kami melaksanakan ibadah Sholat Tarawih. Dengan keadaan yang gelap, Tarawih tetap terlaksana di Masjid dengan lancar. Saya pikir sebelumnya, karena keadaan gelap masyarakat desa yang beragama Islam, kesulitan ke Masjid. Karena, yang saya lihat di Kota, bahwa jika hujan saja, masyarakat kota sangat malas pergi ke Masjid. Sahur pertama pun dimulai. Pukul 3 pagi hari Senin, kami bangun untuk sahur, namun ternyata lampu masih padam dan kami harus sahur bergelap – gelapan. Memang aneh rasanya sahur dengan keadaan gelap, namun satu hal yang sangat berarti saat sahur pertama terjadi, kebersamaan selalu ada. Walaupun keadaan gelap, satu keluarga tetap berkumpul untuk melaksanakan ibadah puasa.
Hari demi hari saya lewati bersama keluarga Bapak Sukirdi dengan senang dan kebersamaan yang sangat terasa.. Tiba saatnya hari terakhir saya disana, sangat sedih rasanya meninggalkan keluarga baru yang sangat baik dan mau menerima saya dengan ramah. Sahur terakhir pun kami laksanakan bersama – sama. “Makannya nambah ayo. Biar nanti di jalan tidak kelaparan” kata bapak. “Dihabiskan saja lauknya, nanti sampai sanakan tidak makan masakan khas sini lagi” kata ibu. Sedih rasanya saat mendengar kalimat – kalimat tersebut keluar. Rasanya baru sebentar saya hidup dengan keluarga ini, dan saya sudah sangat nyaman. Seperti orang tua sendiri, mengingatkan hal – hal kecil kepada anaknya yang terkadang anaknya sendiripun lupa.
5 hari tinggal bersama keluarga Bapak Sukirdi. Memang, sebelum pergi ke tempat live in saya sudah membayangkan hal – hal buruk yang akan terjadi. Seperti, saya tidak bisa tidur misalnya. Namun ternyata, keadaan yang terjadi berbalik 180 derajat dari perkiraan saya. Saat pertama kali saya menginjakkan kaki saya di rumah Bapak Sukirdi, saya langsung merasa nyaman berada diantara keluarga mereka. Keramahan yang saya terima dari pertama kali saya sampai di rumah, menguatkan rasa nyaman saya. Dan ternyata benar, saya langsung menganggap keluarga Bapak Sukirdi adalah keluarga saya sendiri. Saya merasa tidak ada bedanya keluarga saya di rumah dengan keluarga Bapak Sukirdi. 

Banyak hal yang saya pelajari selama 5 hari tinggal disana. Saya belajar bagaimana cara menghargai waktu bersama orang terdekat. Sesibuk apapun, keluarga adalah nomor satu saat kita merasa lelah yang akan membuat kita bersemangat lagi. Saya juga belajar, sesibuk apapun kewajiban sebagai umat beragama tetap harus dijalankan. Bapak Sukirdi, yang setiap jamnya sholat, selalu pulang terlebih dahulu untuk bersih – bersih, kemudian pergi ke Masjid uuntuk sholat bersama warga lainnya, dan setelah selesai sholat, beliau melanjutkan pekerjaan yang belum selesai. Bahagia rasanya, bisa mengenal keluarga Bapak Sukirdi yang bisa memberikan pelajaran berharga untuk hidup dari segala aspek. Hal berharga lainnya yang saya dapatkan adalah berasal dari mbak Lili dan suaminya. Sejauh apapun jarak mereka, selalu menyempatkan waktu untuk berkomunikasi satu sama lain setiap harinya. “ menjauhkan yang dekat” ini adalah kalimat yang saya sering dengar tentang penggunaan telepon genggam,namun tidak di keluarga ini, yang terjadi adalah “ mendekatkan yang jauh”. 5 hari yang sangat berharga telah saya lalui, saya selalu berharap agar saya bisa dipertemukan dengan orang –orang seperti Keluarga Pak Sukirdi yang lainnya yang bisa memberikan hal yang berharga untuk hidup saya dan bisa memberikan rasa kenyamanan selama saya hidup bersama mereka.                                          

credits:http://bobmarleyquotes.verybestquotes.com/wp-content/uploads/2012/07/Bob-Marley-Quotes.We-should-really-love-each-other-in-peace-and-harmony..jpg 

No comments:

Post a Comment